7 Cara Belanja Yang Perlu Ditinggalkan – Berbelanja Cerdas Hindari Keburukannya



Membutuhkan sesuatu adalah pertanda kehidupan, setiap makhluk di bumi ini membutuhkan hal yang berbeda-beda. Di seluruh alam semesta, masing-masing memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, hanya saja lewat hal-hal tersebut masing-masing komponen saling berkait-kaitan satu sama lain. Kekuatan yang saling terhubung inilah yang disebut sebagai masyarakat alam semesta. Demikian juga dalam cakupan yang lebih kecil, tiap-tiap bagian yang saling terhubung dalam satu wilayah disebut sebagai masyarakat Medan, Gunungsitoli, Nias, Batak. Biasanya komunitas ini selalu dihubungkan dengan nama wilayah orang-orangnya bermukim atau suku yang tinggal di sana atau berdasarkan penggolongan lainnya menurut tujuan penulis/ pembicara. 

Kebutuhanlah yang membuat kita saling terhubung dan kebutuhanlah yang membuat kita hidup bermasyarakat dalam suatu sistem yang berputar. Hanya, kadang-kala beberapa orang hampir-hampir tidak mampu membedakan antara kebutuhannya dan keinginannya. Biasanya yang dimaksud dengan keinginan adalah hasrat terhadap barang dan jasa tertentu yang dikhayalkan akan dimiliki. Sedangkan yang dimaksud dengan kebutuhan adalah hasrat terhadap barang dan jasa tertentu yang akan digunakan mendukung aktivitas selama menjalani hari. Orang yang mampu berpikiran logis akan berpikir dua kali sebelum membeli ini dan itu. Sedang mereka yang terjebak dalam imajinasinya akan membeli tanpa memikirkannya, melainkan apa-apa saja yang dirasa menarik pasti dibeli semua.

Segera tinggalkan cara berbelanja yang kurang cerdas ini

Belanja menurut KBBI adalah (1) uang yang dikeluarkan untuk suatu keperluan; ongkos; biaya; (2) uang yang dipakai untuk keperluan sehari-hari (rutin); (3) upah; gaji. Sedangkan berbelanja adalah membeli(-beli) di pasar (toko, kedai, dan sebagainya). Biasanya yang dominan melakukannya adalah kaum Hawa terlebih yang sudah naik peringkat menjadi Ibu Rumah Tangga. Namun tidak tertutup kemungkinan bagi para pria untuk membelanjakan sendiri upah kerja yang dimilikinya. Aktivitas ini normal saja sebab semua orang melakukannya. Akan tetapi, hal tersebut menjadi suatu kebiasaan buruk ketika dilakukan secara berlebihan dan tidak terkendali. Berikut ini akan kami paparkan tentang cara belanja yang perlu segera ditinggalkan karena dapat menyebabkan efek samping ekstra repot.

1. Belanja atas dasar keinginan lebay (membeli hal-hal yang tak berguna).

Siapa yang tahu, “apakah keinginan anda lebay atau tidak?” Biasanya segala sesuatu yang berlebihan sifatnya berada di luar “apa yang dibutuhkan?” Sesuatu yang tidak masuk dalam daftar kebutuhan tetapi kita bela-belain untuk membelinya sekali pun harganya mahal tetapi tetap di akuisisi. Akan tetapi biasanya apa yang telah diperoleh dari proses ini tidak akan membawa faedah apa-apa dalam kehidupan pembelinya. 

Mungkin orang-orang ini memiliki banyak uang kali ya.... Mereka membeli secara tak terkontrol atau lebih tepatnya tergoda rayuan oknum marketing bermulut licin. Rasa-rasanya ketika sales itu ada di sekitar kita, penting sekali barang tersebut. Akan tetapi dia pergi, semua fantasi karena pujian yang terucap olehnya menjadi buyar. Malah yang terjadi adalah sebaliknya, hati menjadi tidak tenang bercampur gelisah dan penyesalan. Barang yang telah dibelanjakannya pun menjadi tidak guna, dibuang-buang di sudut rumah.

2. Membeli untuk ditumpuk-tumpuk.

Untuk apa membeli sesuatu tetapi ternyata di rumah sudah ada banyak? Kebiasaan belanja semacam ini memang termasuk dalam kecanduan yang tidak terelakkan dan tidak disadari. Kemungkinan juga membeli dengan cara menimbun dilakukan untuk mengantisipasi kelangkaan yang akan terjadi. Atau bisa juga terjadi karena kebetulan harganya lebih murah ketimbang yang biasanya. Padahal, dia tidak menyadari bahwa ada kelemahan pada barang murah tersebut, yaitu hampir kadaluarsa.

Menumpuk itu berarti membeli lebih banyak dari jumlah yang seharusnya dibutuhkan. Ini salah satu pola kebiasaan yang serakah. Kemungkinan juga keadaan tersebut timbul akibat intensnya dorongan dan penipuan yang dilakukan oleh oknum marketing.

3. Belanja online melulu.

Berbelanja secara online adalah sesuatu yang lumrah, hampir semua orang pernah melakukannya; kami sendiri pun pernah melakukannya. Hanya saja, masalahnya sekarang adalah “apakah kebiasaan tersebut sudah ditekuni berdasarkan keperluan? Atau jangan-jangan semuanya itu hanya dilakukan sekedar motivasi gaya-gayaan? 

Selama apa yang kita butuhkan terjangkau untuk ditempuh, sekali pun agak jauh, maka selama itu pula berusahalah untuk datang ke toko/ ke kedai/ ke tempat/ ke lokasi tersebut. Pesan-pesan online bagusnya kalau lokasi terlalu jauh atau misalnya di luar pulau. Jadi, berusahalah menjadi orang yang fleksibel yang berbelanja menurut pola kebutuhan yang mendesak, bukan demi mempertahankan sifat-sifat buruknya.

4. Belanja untuk pamer.

Mengapa seseorang pamer? Sebab ada persaingan diam-diam yang berlangsung di antara orang per orang. Biasanya kebiasaan pamer ini timbul lewat suatu sindiran atau penghinaan yang dilemparkan sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang. 

Terlebih-lebih ketika seorang yang sombong menanggapi carut-marut yang terjadi di sekelilingnya. Gangguan yang terjadi bisa membuat suasana hatinya menjadi buruk. Lantas usaha instan yang dilakukannya untuk mengusir sedih terpuruknya hati, yaitu dengan membanggakan diri dan membanggakan segala pencapaian hidupnya. Lawan-lawannya pun sangat direndahkan oleh dirinya sendiri. Semua rasa sombong itu sengaja ditimbulkannya demi menyingkirkan rasa sakit hati yang belum dibiasakan.

Alasan lain seseorang menjadi pameristik adalah karena ingin memanas-manasi seseorang atau sekelompok orang. Kebiasaan semacam ini jelas cukup menjengkelkan. Akan tetapi, orang yang rendah hati, sabar dan selalu ikhlas akan mampu menghadapinya dengan tenang penuh perhitungan.

5. Membelanjakan uang hasil mengutang secara tak terkontrol.

Utang, saat seseorang memberikan kepada anda beberapa pinjaman, apa yang akan anda lakukan terhadap utang tersebut? Menurut kami, setiap kita harus memiliki kode etik sebelum memutuskan untuk berutang. Sebab “mengutang sama saja dengan memberikan penghasilan di masa depan kepada pihak lain.” Oleh karena itu, perhitungkanlah baik-baik sebelum mengajukan hutang.

Salah satu etika berhutang yang baik adalah hindari mengutang hanya demi memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Kalau hanya soal memenuhi kebutuhan pokok, berusahalah untuk memperolehnya dari meminta, baik lewat kaum keluarga sendiri maupun dengan orang-orang di sekitar. Akan tetapi, pinjamlah beberapa uang untuk kebutuhan membeli faktor produksi aktif yang potensial. Berutanglah demi sebuah investasi, misalnya saat membeli tanah, modal buat usaha dan lain sebagainya. Simak kawanku, Tata cara mengutang yang baik.

6. Belanja untuk melarikan diri dari masalah.

Memang untuk sesaat saja, membelanjakan uang membuat hati senang. Jika anda mengeksploitasi kesenangan terebut secara berlebihan maka akan muncullah pola belanja yang agak melenceng dari batas kewajaran. Tidak ada lagi kendali atas diri sendiri, apa saja yang dilihat bagus akan diembatnya. Pada tahapan inilah yang namanya penyimpangan semakin besar kemungkinan akan terjadi.
Terlebih ketika uang besar di tangan niscaya apa pun yang terpikirkan olehnya akan diraih seluas-luasnya dan sebanyak-banyaknya. Bahkan hal-hal salah pun turut dibeli, misalnya rokok, miras, narkoba dan termasuk seks bebas. Oleh karena itu, saat sedang dirundung masalah, berupayalah untuk menerima kenyataan apa adanya, tanpa titik koma dan tanpa alasan/ protes. Hadapi dengan lapang dada, penuh kerendahan hati dan tetaplah berbuat baik dalam satiap kesempatan yang mungkin.

Berusahalah semaksimal mungkin untuk berdamai dengan diri sendiri dan berdamai dengan orang-orang yang berhubungan dengan perkara tersebut. Sehingga sekali pun timbul stres, derajatnya akan lebih rendah dan mampu diatasi sendiri. Tujukan hati kepada Tuhan untuk menyegarkan pikiran yang kusut. Selain itu, tetaplah sibuk melakukan pekerjaan sesuai keahlian dan menempuh pendidikan sesuai minat.

7. Membeli berdasarkan harga.

Biasanya orang yang belanja berdasarkan harga, sangat memperhatikan gengsinya. Mungkin dia merasa ada orang yang ingin menyainginya, padahal tidak ada siapa-siapa di sekelilingnya. Kemungkinan lainnya adalah karena merasa harga dirinya lebih tinggi dari orang lain sehingga berlangganan dengan barang yang harus berkelas.

Padahal sesungguhnya, barang berkelas dan biasa tidak ada bedanya. Perbedaannya mungkin hanya terletak pada bentuk dan warnanya saja. Akan tetapi, harga keduanya sangat jauh berbeda. Lantas, orang yang merasa kaya-raya gengsi ganda akan membeli dan lebih puas dengan yang harganya lebih tinggi. Keadaan inilah yang cenderung lebih banyak memutar uang hanya di antara kalangan atas saja (minimnya keadilan sosial/ kesetaraan).

Kesimpulan

Seperti kata orang, “berbelanja itu tidak sulit, tetapi yang tersulit adalah keputusan untuk membeli ini atau itu.” Saat uang yang kita miliki terbatas, tepat saat itulah mulai berpikir panjang untuk membeli sesuatu di luar kebutuhan rutin. Bagi mereka yang pendapatannya berkelimpahan, bagian tersulitnya adalah memilih keinginan seperti apa lagi yang perlu dibeli. Kebebasan finansial memang bagus sebab manusia mulai mampu bergerak leluasa hendak memiliki apa yang diinginkannya, sekali pun hal tersebut nantinya hanya akan menjadi sampah tidak berguna yang kelak akan dibung pula. Manfaatkan otak yang cerdas untuk mempertimbangkan apa yang perlu dimiliki dan apa yang tidak perlu dimiliki. Mengedepankan keinginan saat belanja hanya akan menghasilkan penyesalan di kemudian hari. Jalan-jalan juga teman, Budaya negatif saat membeli ini-itu.

Salam, Berbelanjalah dengan logis,
Jangan karena emosi
juga bukan karena frustasi.
Agar terhindar dari boros
yang membuat keuangan krisis
!

0 Response to "7 Cara Belanja Yang Perlu Ditinggalkan – Berbelanja Cerdas Hindari Keburukannya"

Berkomentarlah yang santun dan cerdas untuk kepentingan bersama