Membutuhkan
sesuatu adalah pertanda kehidupan, setiap makhluk di bumi ini membutuhkan hal
yang berbeda-beda. Di seluruh alam semesta, masing-masing memiliki kebutuhan
yang berbeda-beda, hanya saja lewat hal-hal tersebut masing-masing komponen
saling berkait-kaitan satu sama lain. Kekuatan yang saling terhubung inilah
yang disebut sebagai masyarakat alam semesta. Demikian juga dalam cakupan yang
lebih kecil, tiap-tiap bagian yang saling terhubung dalam satu wilayah disebut
sebagai masyarakat Medan, Gunungsitoli, Nias, Batak. Biasanya komunitas ini
selalu dihubungkan dengan nama wilayah orang-orangnya bermukim atau suku yang
tinggal di sana atau berdasarkan penggolongan lainnya menurut tujuan penulis/
pembicara.
Kebutuhanlah
yang membuat kita saling terhubung dan kebutuhanlah yang membuat kita hidup
bermasyarakat dalam suatu sistem yang berputar. Hanya, kadang-kala beberapa
orang hampir-hampir tidak mampu membedakan antara kebutuhannya dan
keinginannya. Biasanya yang dimaksud dengan keinginan adalah hasrat terhadap
barang dan jasa tertentu yang dikhayalkan akan dimiliki. Sedangkan yang
dimaksud dengan kebutuhan adalah hasrat terhadap barang dan jasa tertentu yang
akan digunakan mendukung aktivitas selama menjalani hari. Orang yang mampu
berpikiran logis akan berpikir dua kali sebelum membeli ini dan itu. Sedang
mereka yang terjebak dalam imajinasinya akan membeli tanpa memikirkannya,
melainkan apa-apa saja yang dirasa menarik pasti dibeli semua.
Segera tinggalkan cara berbelanja yang kurang cerdas ini
Belanja
menurut KBBI adalah (1) uang yang dikeluarkan untuk suatu keperluan; ongkos;
biaya; (2) uang yang dipakai untuk keperluan sehari-hari (rutin); (3) upah;
gaji. Sedangkan berbelanja adalah membeli(-beli) di pasar (toko, kedai, dan
sebagainya). Biasanya yang dominan melakukannya adalah kaum Hawa terlebih yang
sudah naik peringkat menjadi Ibu Rumah Tangga. Namun tidak tertutup kemungkinan
bagi para pria untuk membelanjakan sendiri upah kerja yang dimilikinya.
Aktivitas ini normal saja sebab semua orang melakukannya. Akan tetapi, hal
tersebut menjadi suatu kebiasaan buruk ketika dilakukan secara berlebihan dan
tidak terkendali. Berikut ini akan kami paparkan tentang cara belanja yang
perlu segera ditinggalkan karena dapat menyebabkan efek samping ekstra repot.
1. Belanja atas dasar keinginan lebay (membeli hal-hal yang tak berguna).
Siapa yang
tahu, “apakah keinginan anda lebay atau tidak?” Biasanya segala sesuatu yang
berlebihan sifatnya berada di luar “apa yang dibutuhkan?” Sesuatu yang tidak
masuk dalam daftar kebutuhan tetapi kita bela-belain untuk membelinya sekali
pun harganya mahal tetapi tetap di akuisisi. Akan tetapi biasanya apa yang
telah diperoleh dari proses ini tidak akan membawa faedah apa-apa dalam
kehidupan pembelinya.
Mungkin
orang-orang ini memiliki banyak uang kali ya.... Mereka membeli secara tak
terkontrol atau lebih tepatnya tergoda rayuan oknum marketing bermulut licin.
Rasa-rasanya ketika sales itu ada di sekitar kita, penting sekali barang
tersebut. Akan tetapi dia pergi, semua fantasi karena pujian yang terucap
olehnya menjadi buyar. Malah yang terjadi adalah sebaliknya, hati menjadi tidak
tenang bercampur gelisah dan penyesalan. Barang yang telah dibelanjakannya pun
menjadi tidak guna, dibuang-buang di sudut rumah.
2. Membeli untuk ditumpuk-tumpuk.
Untuk apa
membeli sesuatu tetapi ternyata di rumah sudah ada banyak? Kebiasaan belanja
semacam ini memang termasuk dalam kecanduan yang tidak terelakkan dan tidak
disadari. Kemungkinan juga membeli dengan cara menimbun dilakukan untuk
mengantisipasi kelangkaan yang akan terjadi. Atau bisa juga terjadi karena
kebetulan harganya lebih murah ketimbang yang biasanya. Padahal, dia tidak
menyadari bahwa ada kelemahan pada barang murah tersebut, yaitu hampir
kadaluarsa.
Menumpuk
itu berarti membeli lebih banyak dari jumlah yang seharusnya dibutuhkan. Ini
salah satu pola kebiasaan yang serakah. Kemungkinan juga keadaan tersebut
timbul akibat intensnya dorongan dan penipuan yang dilakukan oleh oknum
marketing.
3. Belanja online melulu.
Berbelanja
secara online adalah sesuatu yang lumrah, hampir semua orang pernah
melakukannya; kami sendiri pun pernah melakukannya. Hanya saja, masalahnya
sekarang adalah “apakah kebiasaan tersebut sudah ditekuni berdasarkan
keperluan? Atau jangan-jangan semuanya itu hanya dilakukan sekedar motivasi
gaya-gayaan?
Selama apa
yang kita butuhkan terjangkau untuk ditempuh, sekali pun agak jauh, maka selama
itu pula berusahalah untuk datang ke toko/ ke kedai/ ke tempat/ ke lokasi
tersebut. Pesan-pesan online bagusnya kalau lokasi terlalu jauh atau misalnya
di luar pulau. Jadi, berusahalah menjadi orang yang fleksibel yang berbelanja
menurut pola kebutuhan yang mendesak, bukan demi mempertahankan sifat-sifat
buruknya.
4. Belanja untuk pamer.
Mengapa
seseorang pamer? Sebab ada persaingan diam-diam yang berlangsung di antara
orang per orang. Biasanya kebiasaan pamer ini timbul lewat suatu sindiran atau
penghinaan yang dilemparkan sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang.
Terlebih-lebih
ketika seorang yang sombong menanggapi carut-marut yang terjadi di
sekelilingnya. Gangguan yang terjadi bisa membuat suasana hatinya menjadi
buruk. Lantas usaha instan yang dilakukannya untuk mengusir sedih terpuruknya
hati, yaitu dengan membanggakan diri dan membanggakan segala pencapaian
hidupnya. Lawan-lawannya pun sangat direndahkan oleh dirinya sendiri. Semua
rasa sombong itu sengaja ditimbulkannya demi menyingkirkan rasa sakit hati yang
belum dibiasakan.
Alasan lain
seseorang menjadi pameristik adalah karena ingin memanas-manasi seseorang atau
sekelompok orang. Kebiasaan semacam ini jelas cukup menjengkelkan. Akan tetapi,
orang yang rendah hati, sabar dan selalu ikhlas akan mampu menghadapinya dengan
tenang penuh perhitungan.
5. Membelanjakan uang hasil mengutang secara tak terkontrol.
Utang, saat
seseorang memberikan kepada anda beberapa pinjaman, apa yang akan anda lakukan
terhadap utang tersebut? Menurut kami, setiap kita harus memiliki kode etik
sebelum memutuskan untuk berutang. Sebab “mengutang sama saja dengan memberikan
penghasilan di masa depan kepada pihak lain.” Oleh karena itu, perhitungkanlah
baik-baik sebelum mengajukan hutang.
Salah satu
etika berhutang yang baik adalah hindari mengutang hanya demi memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari. Kalau hanya soal memenuhi kebutuhan pokok,
berusahalah untuk memperolehnya dari meminta, baik lewat kaum keluarga sendiri
maupun dengan orang-orang di sekitar. Akan tetapi, pinjamlah beberapa uang
untuk kebutuhan membeli faktor produksi aktif yang potensial. Berutanglah demi
sebuah investasi, misalnya saat membeli tanah, modal buat usaha dan lain
sebagainya. Simak kawanku, Tata cara mengutang yang baik.
6. Belanja untuk melarikan diri dari masalah.
Memang
untuk sesaat saja, membelanjakan uang membuat hati senang. Jika anda
mengeksploitasi kesenangan terebut secara berlebihan maka akan muncullah pola
belanja yang agak melenceng dari batas kewajaran. Tidak ada lagi kendali atas
diri sendiri, apa saja yang dilihat bagus akan diembatnya. Pada tahapan inilah
yang namanya penyimpangan semakin besar kemungkinan akan terjadi.
Terlebih
ketika uang besar di tangan niscaya apa pun yang terpikirkan olehnya akan
diraih seluas-luasnya dan sebanyak-banyaknya. Bahkan hal-hal salah pun turut
dibeli, misalnya rokok, miras, narkoba dan termasuk seks bebas. Oleh karena
itu, saat sedang dirundung masalah, berupayalah untuk menerima kenyataan apa
adanya, tanpa titik koma dan tanpa alasan/ protes. Hadapi dengan lapang dada,
penuh kerendahan hati dan tetaplah berbuat baik dalam satiap kesempatan yang
mungkin.
Berusahalah
semaksimal mungkin untuk berdamai dengan diri sendiri dan berdamai dengan
orang-orang yang berhubungan dengan perkara tersebut. Sehingga sekali pun
timbul stres, derajatnya akan lebih rendah dan mampu diatasi sendiri. Tujukan
hati kepada Tuhan untuk menyegarkan pikiran yang kusut. Selain itu, tetaplah
sibuk melakukan pekerjaan sesuai keahlian dan menempuh pendidikan sesuai minat.
7. Membeli berdasarkan harga.
Biasanya
orang yang belanja berdasarkan harga, sangat memperhatikan gengsinya. Mungkin
dia merasa ada orang yang ingin menyainginya, padahal tidak ada siapa-siapa di
sekelilingnya. Kemungkinan lainnya adalah karena merasa harga dirinya lebih
tinggi dari orang lain sehingga berlangganan dengan barang yang harus berkelas.
Padahal
sesungguhnya, barang berkelas dan biasa tidak ada bedanya. Perbedaannya mungkin
hanya terletak pada bentuk dan warnanya saja. Akan tetapi, harga keduanya
sangat jauh berbeda. Lantas, orang yang merasa kaya-raya gengsi ganda akan
membeli dan lebih puas dengan yang harganya lebih tinggi. Keadaan inilah yang
cenderung lebih banyak memutar uang hanya di antara kalangan atas saja
(minimnya keadilan sosial/ kesetaraan).
Kesimpulan
Seperti
kata orang, “berbelanja itu tidak sulit, tetapi yang tersulit adalah keputusan
untuk membeli ini atau itu.” Saat uang yang kita miliki terbatas, tepat saat
itulah mulai berpikir panjang untuk membeli sesuatu di luar kebutuhan rutin.
Bagi mereka yang pendapatannya berkelimpahan, bagian tersulitnya adalah memilih
keinginan seperti apa lagi yang perlu dibeli. Kebebasan finansial memang bagus
sebab manusia mulai mampu bergerak leluasa hendak memiliki apa yang
diinginkannya, sekali pun hal tersebut nantinya hanya akan menjadi sampah tidak
berguna yang kelak akan dibung pula. Manfaatkan otak yang cerdas untuk
mempertimbangkan apa yang perlu dimiliki dan apa yang tidak perlu dimiliki.
Mengedepankan keinginan saat belanja hanya akan menghasilkan penyesalan di
kemudian hari. Jalan-jalan juga teman, Budaya negatif saat membeli ini-itu.
Salam, Berbelanjalah dengan logis,
Jangan karena emosi
juga bukan karena frustasi.
Agar terhindar dari boros
yang membuat keuangan krisis!
Jangan karena emosi
juga bukan karena frustasi.
Agar terhindar dari boros
yang membuat keuangan krisis!
0 Response to "7 Cara Belanja Yang Perlu Ditinggalkan – Berbelanja Cerdas Hindari Keburukannya"
Berkomentarlah yang santun dan cerdas untuk kepentingan bersama