Terhubung Ke KASKUS |
Yogyakarta adalah "The Town Of Dreams". Pertama kali menginjakkan kaki di Jogja, Saya sedikit kaget. Kala itu kami dari bandara langsung menuju daerah kalasan tempat kos teman. Sedikit rasa heran terbesit di benakku. Soalnya, Jogja yang saya dengar dari tempat asal ialah Yogyakarta Kota yang Istimewa.
Saya memandang sekeliling, gak ada sesuatu yang besar, hanya ada rumah-rumah kecil beratap genteng, pohon-pohon berjejeran yang rimbun dan udara dingin di sore sampai pagi hari (Kala itu lagi musim hujan di akhir tahun). Saya merasa seperti dikampung sendiri. ^_^
Berikut "KHAS" Jogja yang saya tidak temukan di tempat asal dan di kota-kota lain yang pernah saya lalui:
- Matahari Terbit Lebih Awal. Langit di Yogyakarta sudah terang pada pukul 5 pagi. Sedangkan di tempat saya (medan), jam segini masih enakan tidur. Di Jogja Adzan subuh mulai berkumandang sekitar jam 4 pagi sedangkan di medan, Adzan subuhnya berkumandang sekitar jam 5. Masih jam 5 pagi, banyak orang sudah mulai beraktifitas. Ada yang keladang, kesawah dan kepasar:)
- Biaya Hidup Termurah. Teman saya ngaku bisa hidup enak di Jogja hanya dengan uang Rp. 500.000,-. Awalnya saya tidak pecaya. Namun saat kami makan malam dengan lauk ikan nila, hanya bayar 7 ribu rupiah. (wah makan pake ikan tawar di daerah asal saya, harganya dua kali lipat) Bahkan jika makan dengan lauk tempe doang hanya Rp. 3.500 saja >> mau lebih murah lagi: nasi kucing Rp. 1.500,- Saking herannya saya tidak dapat mengatakan apa-apa lagi : Pantaslah teman-teman saya dah pada punya motor semua padahal uang bulanan kami gak berbeda.
Masak sendiri dan berbelanja di pasar malah lebih murah lagi. Harga sayur dan buah termurah (NB. belanja murah itu di pagi hari malai dari jam 5 pagi). Pas musimnya, harga salak madu hanya 5.000 rupiah perkilo, rambutan kualitas super 4.000 rupiah perkilo. - Kota Pelajar. Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, karena hampir 20% penduduk produktifnya adalah pelajar dan terdapat 137 perguruan tinggi. Kota ini diwarnai dinamika pelajar dan mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia (Wikipedia).
- Nyaman di Hati. Pernah suatu waktu, saya makan malam disebuah lesehan. Pas mau bayar nich.... Ternyata dompet saya ketinggalan. Saya bilang ke si mbaknya: Maaf, dompet saya ketinggalan. Gimana yah.... si mbaknya malah menjawab: "Gak apa-apa mas, lain kali aja". Wah.... Benar-benar ramah dan santun yah..... Saya jadi tidak enak dan segera balek ke kos buat ambil dompet. :)
- Taman Kota Full Version. Alun-Alun Selatan + Alun-Alun Utara + Malioboro + Benteng Vredeburg + Kawasan Tugu Jogja. Bingung mau ngapain di waktu luang? Dont Worry Beibe! Alun-Alun Selatan tempat yang recomended. Kalau gak ke perempatan Malioboro ajah....! Dua tempat ini cukup menarik untuk dikunjungi. Ada pohon yang rimbun berjejeran sehingga cukup teduh buat bersantai. Sambil lesehan juga boleh. ^_^
- Destination Pariwisata Unggulan. Jangan ditanya soal Objek Pariwisata Terpopuler: antara lain: Kaos oblong Jogja mulai dari harga 18 ribu rupiah sampai 60 ribu rupiah. Batik mulai dari harga 30 ribu rupiah sampai 240 ribu rupiah. Semuanya ada di seputaran Malioboro.
- Kota Budaya.
- Wisata Murah Ala TransJogja: Keliling Jogja dengan bus yang terhubung satu sama lain melalui selter-selter yang tersedia hanya bermodalkan 3 Ribu Rupiah. Pas lagi suntuk dan gak ada kerjaan, boleh mencoba bersantai diatas kursi nyaman Full AC ala TransJogja.
- Pusat Fashion Termurah.
- Unlimited Water. Kalau daerah lain pada kesulitan air di musim kemarau. Di Jogja air malah tidak terbatas jumlahnya.
- Banjir: Lewat! Kalau daerah lain mulai cemas jika musim hujan tiba, masyarakat Jogja santai-santai ajah. Kota yang terletak 112 meter diatas permukaan laut ditambah lagi hanya ada satu sungai yang membagi dua kota ini yaitu Sungai Code.
- Polusi Lebih Rendah. Udara di Jogjakarta masih lumayan bersih, ini saya rasakan sendiri dan juga didukung bukti bahwa hanya ada 4 pabrik industri besar di Yogyakarta (telpon.info).
- Kota Event
Adapun isu-isu yang lagi hangat dibicarakan di kota dengan slogan "Nyaman Di Hati" ini. Antara lain.
- Penurunan Permukaan Air Tanah. Pada umumnya kedalaman sumur maksimal 12 meter, sekarang harus dikeruk lagi tiga meter dari 12 meter jadi 15 meter (Rani Sjamsinarsi jogjagreenzone.com). Ini disebabkan oleh banyaknya debit air yang diambil daripada yang di serap oleh permukaan tanah karena laju kepadatan pemukiman dan penciptaan sumur baru (Suyana Tempo). Ini menjadi tantangan bagi Pemda DIY dan masyarakat.
- Macet. Promosi dan pameran potensi pariwisata yang gencar didengungkan baik di dalam negeri maupun mancanegara membuat Jogja menjadi Destinatioin Pariwisata Terpopuler (Sumbo Tinarbuko Kompasiana). Tahun 2012 saja jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 197.751 orang, dan wisatawan nusantara sebanyak 2.360.173 orang (Antaranews). Diperkirakan angka ini terus meningkat dari tahun ke tahun (Tribunnews). Inilah yang menjadi pekerjaan rumah bagi Pemda DIY.
- Panas. Trend Global Warming yang populer di awal abad ke 20 ini ternyata telah sampai di kota kita tercinta. Suhu udara siang hari selama musim penghujan seperti ini biasanya pada kondisi cuaca normal hanya sekitar 30 derajat celsius, sedangkan dini hari minimum 20 derajat celsius. Akan tetapi, akibat gangguan cuaca jangka pendek, suhu di Yogyakarta meningkat (Kotajogja.com). Ditambah lagi jumlah kendaraan bermotor di DIY mencapai 1,4 juta kendaraan per September 2013 khusus untuk plat AB saja apabila ditambah dengan kendaraan non AB sekitar 280 ribu hingga 300 ribu kendaraan maka jumlahnya mencapai 1,7 juta kendaraan. Dari total jumlah tersebut kendaraan roda empatnya hanya 15 persen atau 140 ribu mobil (Krjogja.com). Hmm.... Ini memang dilematis sekali. Peningkatan kesejahteraan masyarakat yang di tandai dengan meningkatnya kepemilikan kendaraan memiliki "side effect" yang mempercepat Global Warming.
Dan Selama di Jogja. Saya berjalan terus dan terus. Banyak hal yang saya saksikan, ada yang mengena dan ada pula yang kurang pas, berikut saran saya kepada semua pihak yang tinggal di Yogyakarta.
- Pembebasan Trotoar Jalur Merah. Mengapa saya sebut jalur merah, karena memang jalur trotoarnya kramik bewarna merah. :) Jalur ini berada di Jalan Parangtritis Km. 1 - Jalan Prawirotaman ke Alun-Alun Selatan dan ke Alun-Alun Utara sampai Malioboro di bebaskan dari PKL dan kawasan parkir. Hal ini karena wilayah Pojok Benteng Wetan ini ramai dihuni turis asing dan lokal. Berjalan dari Prawirotaman ke Alun-Alurn selatan atau Utara rasanya kurang nyaman karena banyak penghalang di trotoar. ... dst....